Pendiri ESQ Leadership Center Ary Ginanjar Agustian tak ingat lagi, berapa lama ia bersujud. Akhirnya, kesadarannya kembali ketika seorang jamaah tak dikenal membangunkannya untuk beranjak dari multazam. Pasalnya, jamaah haji lainnya tengah memulai untuk melakukan ritual tawaf atau mengelilingi Kabah.
“Saya benar-benar kapok, segera saya memohon ampun dan tidak berani meminta macam-macam lagi,” ujarnya.
Setelah berkecimpung selama 25 tahun di dunia bisnis, ia merasa kejadian itu mengubah hidupnya 180 derajat. Sebab ia semakin yakin bahwa Allah adalah dzat yang nyata dan berkuasa. Ia maha mendengarkan semua yang tersembunyi di hati maupun yang diucapkan manusia.
Atas kuasa-Nya, Allah akan mengabulkan segala pinta. Namun manusia kerap lupa, bahwa dari segala rentetan doa dalam berhaji, manusia kerap lupa untuk meminta agar senantiasa cinta kepada Allah dan selalu berpegang pada tauhid yang nyata.
Labbaik Allahumma Labbaik Labbaika La Syarika Laka Labbaik. Dikatakan Ary, kalimat talbiah ini sering kali hanya digemakan, tapi tak dimaknai karena terlalu sibuk dengan daftar pinta berbau duniawi, misalnya meminta kesehatan, rezeki berlimpah atau kedatangan jodoh.
Padahal, jamaah haji seharusnya memaknainya dengan ekspresi dan laku penyerahan diri kepada Allah, serta menegaskan hati bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya.
Dalam penyerahan diri itu, manusia harus kembali ke tahap awal dengan tidak meminta apapun kecuali meminta keteguhan tauhid, di mana menempatkan Allah di atas segalanya. Sehingga ketika pulang ke tanah air, hatinya kosong seperti kabah yang hanya diisi dengan ketauhidan.
Akhirnya, ayah enam anak ini menyadari, makna ritual haji bukan sebatas menghayati pesan napak tilas Nabi Ibrahim. Lebih jauh, jamaah haji seharusnya mampu mengambil hikmah bahwa haji merupakan simulasi tuntunan hidup yang sempurna, alias mahatraining kehidupan yang diajarkan Allah.
Sah-sah saja, kata dia, ketika jamaah datang pada Allah ke Tanah Suci berbekal serentetan doa berbau duniawi. Namun sebelumnya, dahulukanlah meminta kepada Allah agar diberi hati setegar Ibrahim, serela Ismail dan setegar Siti Hajar.
Ia pun mengurai secara singkat makna beberapa ritual haji sebagaimana tedapat dalam tuntunan syariat. Menyoal ihram, ia menangkap bahwa ihram dengan serangkaian larangannya adalah bentuk penjagaan agar hati selalu diupayakan bersih bukan hanya ketika berhaji, tapi setelah usai melaksanakannya.