Dari masa ke-masa, Makkah sebagai kota tujuan setiap manusia dimana saja berada tidak pernah berubah. Makkah tetap menjadi pusat perhatian manusia dari penjuru dunia, sekaligus menjadi pusat ilmu agama serta perdagangan dunia. Hampir setiap muslim selalu terinspirasi bisa datang ke kota paling sacral ini. Sema yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa ilmu agama bersumber dari al-Qur’an dan Hadis, seperti; Ilmu Tafsir, Fiqih, Bahasa Arab (Nahwu, Sorof, Mantiq (logika), danBalaghoh) serta semua ilmu berpusat di dua kota sacral (Makkah dan Madinah).
Nabi Saw. membangun dasar-dasar keyakinan dan ketauhidan di Makkah dalam kurun waktu 13 tahun. Siang dan malam, beliau mencurahkan tenaga dan fikiran, bahkan harta bendanya dengan tujuan agar supaya aqidah uluhiyah dan rububiyahtertanam kuat dan melekat pada para pengikutnya. Wal hasil, metode pendidikan Rosulullah Saw yang menggunakan cara keteladanan (Uswatun Hasanah) menghasilkan generasi terbaik sepanjang sejarah. Sampai-sampai Nabi Saw menyebut generasi sahabat dengan ‘’sebaik-baik masa adalah masaku’’. Baru kemudian para tabiin yang terdiri dari santri-santri para sahabat, seperti; Mujahid, Hasan al-Bashori, Imam Abu Hanifah, termasuk dari murid-murid dari sahabat Nabi Muhammad Saw.
Para ulama al-Mujtahidin yang hidup setelah masa sahabat, seperti; Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Syafi’i dan Ibnu Hanbal, Ibnu Qayyim, Imam Nawawi, Ibnu Hajar al-Haitami, Ibnu Hajar al-Asqalani serta banyak lagi ulama’ besar lainnya, pernah mengenyam pendidikan di Makkah dan tabarrukan[1] terhadap baitullah di Tanah Suci Makkah. Bagi para ulama terasa hampa, jika belum pernah mengenyam ilmu di dua kota suci Makkah dan Madinah, karena dua tempat itu tempat turunnya al-Qur’an dan tempat Nabi Saw mengamalkan al-Qur’an.
Bahkan, para ulama nusantara (Sumatra, Kalimantan, Jawa, Lombok Bugis), seperti; Syeh Muhammad Yasin al-Fadani, Syeh Muhammad Mahfud al-Turmusi, Syeh Abdul Fattah Rowah, Syeh Ali Qudus, Syeh Abdul Karim Al-Banjari, Syeh Abdul Qodir Mandili, Syeh Abdullah al-Dardum, Syeh Damanhuri al-Bantani, dan Syeh Nawawi al-Bantani, Sayyid Muhsin Ali al-Masawi, jauh-jauh datang dari Nusantara guna memperdalam ilmu di Kota Makkah, sekaligus mengharap berkah dari tanah suci itu.
Murid Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki, yaitu Habib Sholih Bin Ahmad Salim al-Idrus, penulis kitab ‘’al-Syafiyah Fi Mustalahi al-Syafiyyah’’ dalam sebuah diskusi kecil di kediamanya pernah menyampaikan bahwa 40% penduduk Makkah merupakan, keturunan Indonesia. Dan sebagian besar dari mereka menjadi ulama’. Walaupun realitasnya, para pendatang dari Indonesia saat ini banyak menjadi TKI dan penyelengara Haji dan Umrah. Setidaknya, sejarah pernah mencatat, dibuktikan dengan karya-karya ulama nusantara bahwa Makkah pernah menjadi pusatnya ulama-ulama nusantara.
Seiring dengan perkembangan jaman, Makkah semakin hari semakin maju dan berkembang. Baik dalam bidang teknologi, ekonomi atau pendidikan, Industri, dan kesehatan. Pemerintah Arab Saudi menjadikan Makkah tetap seperti dahulu, yaitu menjadi pusat ilmu dan pendidikan agama, walaupun saat ini wajah Makkah mulai berubah menjadi pusat perubahan tehnologi modern. Akan tetapi, sebagai pusat ilmu, dan sekaligus tempat turunnya al-Qur’an, sampai saat ini masih kuat memancar dari sudut-sudut baitullah yang sakral.
Kepedualian pemerintah Saudi Arabia, bisa dilihat dari berbagai aktivitas sehari-hari di dalam Masjidilharam. Berbagai cabang ilmu di ajarakan, seperti; hadis, tafsir, fiqih, tahfidul Qur’an. Hampir setiap rampung sholat ashar, magrib dan shubuh pengajian kitab-kitab klasih terjadwal rapi. Para pengajarnya sangat kompeten dan profesional, sesuai dengan disiplin ilmunya masing-masing. Mereka sebagian adalah Imam Masjidilharam serta para ulama’-ulama’ serta doktor-doktor yang tidak diragukan lagi ilmu dan pengetahuan agamanya. Sangat rugi, jika para santri dan mahasiswa yang sedang bermukim di Makkah hanya bergelut dengan biro perjalanan haji dan umrah, lupa dengan tujuan utama mencari ilmu sebanyak-banyak dari para ulama Makkah dan Madinah.
[1] . Tabarrukan serupa dengan kalimat ‘’berkah’’ yang berasal bahasa Arab (al-Birkah) yang artinya’’kolam’’ atau danau. Sedangkan menurut pengertian secara luas ’’berkah’’ ialah berlimpahnya kebaikan yang ditimbukan dari sebuah perbuatan atau benda (petilasan). Contoh, Masjid al-Haramaian (Makkah dan Madinah) penuh dengan berkah, artinya kebaikan (manfaat) yang ditimbulkan dari kedua tempat sakral ini terus bertambah, dan bekembangan dari waktu kewaktu. Jadi, kebaikan itu membawa dampak positif pada lingkungan sekitar serta orang yang mengikutinya, atau tinggal di dalamnya. Jadi, al-Qur’an ketika menjelaskan ’’bibakkata mubaroka(QS Ali Imran (3:96)’’ artinya makkah yang membawa berkah (kebaikan) pada penghuninya. Makkah dan Madinah adalah sumber utama berkah. Dan semua berkah yang melekat kuat pada sudut-sudut baitullah, dan al-Raudah al-Syarifah berpusat pada kekuatan Allah Swt sebagai pemberi berkah pada tempat dan waktu.Abdul Adzim Irsad